Minggu, 24 April 2011

Teritorialitas, ruang personal dan privasi terhadap lingkungan

kelas:3pa05
NPM:10508080
Mata kuliah:p.lingkungan
tugas:Teritorialitas, ruang personal dan privasi terhadap lingkungan




Teritorialitas, ruang personal dan privasi terhadap lingkungan
Privasi adalah salah satu dari gejala persepsi manusia terhadap lingkungannya, di mana konsep ini amat dekat dengan ruang

konsep dan teritorialitas seperti yang dibahas di muka. Materi-materi yang akan dibahas antara lain meliputi :
Pengertian Privasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi privasi
Faktor personal
Faktor situasional
Pengaruh privasi terhadap perilaku

PENGERTIAN PRIVASI
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu.

Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi

dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain (Dibyo Hartono, 1986).
Beberapa definisi tentang privasi mempunyai kesamaan yang menekan pada kemampuan seseorang atau kelompok dalam

mengontrol interaksi panca inderanya dengan pihak lain.
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang di kehendaki oleh seseorang pada suatu kondisi atau

situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginkan

untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar dengan berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain,

dengan cara mendekati atau menjauhinya, Lang (1987) berpendapat bahwa tingkat dari privasi tergantung dari pola-pola

perilaku dalam kepribadian dan aspirasi dari keterlibatan individu.
Rapoport (dalam Soesilo, 1988) mendefinisikan privasi sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan

untuk memperoleh pilihan-pilihan dan kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginka. Privasi jangan dipandang

hanya sebagai pearikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak-pihak lain dalam rangka menyepi saja. Hal ini agak berbeda

dengan yang dikatakan oleh Marshall (dalam Wrightman & Deaux, 1981) dan ahli-ahli (seperti Bates, 1964; Kira,1996 dalam

Altman, 1975) yang mengatakan bahwa privasi menunjukkan adanya pilihan untuk menghindarkan diri dari keterlibatan dengan

orang lain dan lingkungan sosialnya.
Dalam hubungannya dengan orang lain, manusia memiliki referensi tingkat privasi yang diinginkannya. Ada saat-saat

dimana seseorang ingin berinteraksi dengan orang lain (privasi rendah) dan ada saat-saat dimana ia ingin menyendiri dan

terpisah dari orang lain (privasi tinggi). Utuk mencapai hal iu, ia akan mengontrol dan mengatur melalui suatu mekanisme

prilaku, yang digambarkan oleh Altman sebagai berikut :
Perilaku Verbal
Perilaku ini dilakukan dengan cara mengatakan kepada orang lain secara verbal, sejauh mana orang lain boleh berhubungan

dengannya. Misalnya “Maaf, saya tidak punya waktu”.
Perilaku non verbal
Perilaku ini dilakukan dengan menunjukkan ekspresi wajah atau gerakan tubuh tertentu sebagai tanda senang atau tidak senang.

Misalnya seseorang akan menjauh dan membentuk jarak dengan orang lain, membuang muka ataupun terus-menerus meliht waktu yang

menandakan bahwa ia tidak ingin berinteraksi dengan orang lain.

Mekanisme cultural
Budaya mempunyai bermacam-macam adat istiadat, aturan atau norma yang menggambarkan keterbukaan atau ketertutupan kepada

orang lain dan hal ini sudah diketahui pleh banyak orang pada budaya tertentu (Altman, 1975; Altman & Chemers dalam Dibyo

Hartono, 1986).

Ruang personal
Ruang personal adalah salah satu mekanisme perilaku untuk mencapai tingkat privasi tertenu. Sommer (dalam Altman, 1975)

mendefinisikan beberapa karakteristik ruang personal. Pertama, daerah batas diri yang diperbolehkkan dimasuki oleh orang

lain. Ruang personal adalah batas maya yang mengelilingi individu sehingga tidak kelihatan oleh orang lain. Kedua, ruang

personal itu tidak berupa pagar yang tampak mengelilingi seseorang dan terletak pada suatu tempat tetapi batas itu melekat

pada diri dan dibawa kemana-mana. Fisher dkk.(1984), mengatakan bahwa ruang personal adalah batas maya yang mengelilingi

individu. Ketiga, sama dengan privasi ruang personal adalah batas kawasan dinamis, yang berubah-ubah besarnya sesuai dengan

waktu dan situasi. Hal ini tergantung dengan siapa seseorang itu berhubungan. Keempat, pelangaran ruang personal oleh orang

lain akan di rasakan sebagai ancaman sehingga daerah ini di control dengan kuat.

Teritorialitas
Pembentukan kawasan teritorialitas adalah mekanisme perilaku lain untuk mencapai privasi tertentu. Kalau mekanisme ruang

personal tidak memperlihatkan dengan jelas kawasan yang menjadi pembatas antar dirinya dengan orang lain maka pada

teritorialitas batas-batas tersebut nyata dengan tempat yang relative tetap.
Berdasarkan pembahasan diatas, maka kita dapat mengatakan bahwa konsep privasi ternyata sangat dekat dengan konsep

ruang personal dan terirorialitas. Altman (1975) membuat suatu model organisasi konseptual. Altman mempertimbangkan ruang

persona,territorial dan kesesakan untuk mencapai privasi.


Gambar. Model privasi yang dapat dicapai dengan mempertimbangkan
Ruang personal dan Teritorialitas
Sumber: Alman (1975)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRIVASI

Terdapat faktor yang mempengaruhi privasi yaitu faktor personal, faktor situasional, dan faktor budaya.
Faktor Personal, Marshall (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa perbedaan dlalam latar belakang pribadi akan

berhubungan dengan kebutuhan akan privasi. Dalam penelitiannya, ditemukan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam suasana rumah

sesak akan lebih memilih keadaan yang anonym atau reserve saat ia dewasa, sedangkan orang menghabiskan sebagian besar

waktunya dikota akan lebih memilih keadaan anonym dan intimacy.
Sementara itu Walden dan kawan-kawan (dalam Gifford, 1987) menemukan adanya perbedaan jenis kelamin dalam privasi.

Dalam sebuah penelitian pada para penghuni asrama ditmukan bahwa antara pria dan wanita terdapat perbedaan dalam merespon

perbedaan keadaan antara ruangan yang berisi dua orang dengan ruangan yang berisi tiga orang. Dalam hubungannya dengan

privasi, subjek pria lebih memilih ruangan yang berisi dua orang, sedangkan subjek wanita tidak mempermasalahkan keadaan

dalam ruangan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa wanita merespon lebih baik daripada pria bila dihadapkan pada situasi

dengan kepadatan yang lebih tinggi.
Faktor Situasional, Beberapa hasil penelitian dalam dunia kerja, secara umum menyimpulkan bahwa kepuasan terhadap

kebutuhan akan privasi sangat berhubungan dengan seberapa besar lingkungan mengijinkan orang-orang di dalamnya untuk

menyendiri (Gifford, 1987).
Faktor Budaya, Penemuan dari beberapa peneliti tentang privasi dalam berbagai budaya (seperti Patterson dan Chiswick

pada suku Iban di Kalimantan, Yoors pada orang Gypsy dan Geertz pada orang Jawa dan Bali) memandang bahwa pada tiap-tiap

budaya tidak ditemukan adanya perbedaan dalam banyaknya privasi yang diinginkan, tetapi sangat berbeda dalam cara bagaimana

mereka mendapatkan privasi (Gifford, 1987).
Studi Patterson dan Chiswick (dalam Gifford, 1987) di bawah ini menggambarkan privasi masyarakat Iban, Serawak,

Kalimantan. Orang-orang Iban tinggal di rumah panjang dengan privasi yang (diduga) kurang, dimana kesempatan untuk

menyendiri atau keintiman ada di belakang pintu-pintu yang tertutup. Apakah orang-orang Iban memiliki privasi yang amat

memperihatinkan? Atau apakah mereka tidak membutuhkan privasi? Patterson dan Chisewick menemukan orang Iban tampaknya

membutuhkan privasi kira-kira sebanyak yang kita butuhkan, akan tetapi mereka melakukannya dengan mekanisme yang berbeda.

Mekanisme-mekanisme ini adaklah suatu kesepakatan social.

PENGARUH PRIVASI TERHADAP PERILAKU
Altman (1975) menjelaskan bahwa fungsi psikologis dari perilaku yang penting adalah untuk mengatur interaksi antara

seseorang atau kelompok dengan lingkungan social. Bila seseorang dapat mendapatkan privasi seperti yang di inginkannya maka

ia akan dapat mengatur kapan harus berhubungan dengan orang lain dan kapan harus sendiri.
Maxime Wolfe dan kawan-kawan (dalam) Holahan, 1982) mencatat bahwa pengolahan hubungan interpersonal adalah pusat dari

pengalaman tentang privasi dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya, orang yang terganggu privasinya akan merasakan keadaan

yang tidak mengeakka.
Westin (dalam Holahan, 1982) mengatakan bahwa ketertutupan terhadap informasi personal yang selektif, memenuhi kebutuhan

individu untuk membagi kepercayaa dengan orang lain. Keterbukaa membantu individu untuk menjaga jarak psikologis yang pas

dengan orang lain dalam banyak situasi.
Schwartz (dalam Holahan, 1982) menemukan bahwa kemampuan untuk menarik diri ke dalam privasi (privasi tinggi) dapat membantu

membuat hidup ini lebih mengenakkan saat harus berurusan dengan orang-orang yang “sulit”. Sementara hal yang senada

diungkapkan oleh Westin bahwa saat-saat kita mendapatkan privasi seperti yang kita inginkan, kita dapat melakukan pelepasan

emosi dari akumulasi tekanan hidup sehari-hari.
Dari beberapa pedapat di atas, dapat di ambil suatu rangkuman bahwa fungsi psikologis dari privasi dapat dibagi menjadi,

pertama privasi memainkan peran dalam mengelola interaksi social yang kompleks di dalam kelompok social; kedua, privasi

membantu kita memantapkan perasaan identitas pribadi.

TERITORIALITAS
Pengertian Teritorialitas

Holahan (dalam Iskandar, 1990), mengungkapkan bahwa teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan

atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan ciri pemilikannya dan pertahanan dari serangan orang lain.

Dengan demikian menurut Altman (1975) penghuni tempat tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar, atau

merupakan suatu teritorial primer.

Elemen-elemen Teritorialitas

Menurut Lang (1987), terdapat empat karakter dari teritorialitas, yaitu:
kepemilikan atau hak dari suatu tempat.
personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu
hak untuk mempertahankan diri dari dari gangguan luar, dan
pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis

Teritorialitas dan Perbedaan Budaya

Suatu studi menarik dilakukan oleh Smith (dalam Gifford, 1987) yang melakukan studi tentang penggunaan pantai orang-orang

Perancis dan Jerman. Studi ini yang memiliki pola yang sama dengan studi yang lebih awal di Amerika, sebagaimana yang

dilakukan oleh Edney dan Jordan-Edney (dalam Gifford,1987). Hasil dari ke dua penelitiam ini menunjukan bahwa penggunaan

pantai antara orang Perancis, Jerman dan Amerika membuktikan sesuatu hal yang kontras. Smith menemukan bahwa dari ketiga

budaya ini memiliki persamaan dalam hal respek. Sebagai contoh, pada ketiga kelompok menuntut ruang yang lebih kecil setiap

orang. Kelompok yang dibagi berdasarkan jenis kelamin, menuntut ruang yang lebih kecil, dimana wanita menuntut ruang yang

lebih kecil dibandingkan dengan pria. Sedangkan untuk respek, mereka memiliki kesulitan dengan konsep teritorialitas yang

mengatakan bahwa “pantai untuk semua orang”. Orang jerman membuat lebih banyak tanda. Mereka sering sekali menegakan

penghalang benteng pasir, suatu tanda untuk menyatakan bahwa area pantai disediakan untuk antara dua hari tertententu dan

merupakan tanda yang disediakan untuk kelompok tertentu. Akhirnya, ukuran teritorialitas ternyata berbeda diantara ketiga

budaya tersebut, wlaupun dengan bentuk yang dapat dikatakan sama. Orang Jerman lebih sering menuntut teritorialitas yang

lebih besar, tetapi pada ketiga budaya maupun dalam pembagian kelompok-kelompoknya menandai teritorialitas dengan suatu

lingkaran yang sama. Orang Jerman lebih sering menuntut teritori yang lebih besar sekali, tetapi dari ketiga budaya tersebut

secara individu menandai territorial dalam bentuk elips dan secara kelompok dalam bentuk lingkaran.

Hubungannya dengan Lingkungan

Dalam hal ini peraturan-peraturan teritorial dapat memfasilitasi berbagai lokasi pada lingkungan sekitar, walaupun terkadang

Seringkali desain ruang publik tidak memperhatikan kebutuhan penghuninya untuk memanfaatkan teritori yang dimilikinya. Bisa

kita lihat dalam ruang kuliah, kursi bus, taman bermain anak dan lain-lain. Terlihat dalam hal ini begitu berhubunganya

teritorial dengan lingkungan kita.


Ruang Personal

Ruang personal adalah ruang di sekeliling individu, yang selalu di bawa kemana saja orang pergi, dan orang akan merasa

terganggu jika ruang tersebut diinterferensi (Gifford, 1987). Artinya, kebutuhan terhadap ruang personal terjadi ketika

orang lain hadir. Ketidakhadiran orang lain, kebutuhan tersebut tidak muncul. Ruang personal biasanya berbentuk buble dan

bukan semata-mata ruang personal tetapi lebih merupakan rauang interpersonal. Ruang personal ini lebih merupakan proses

belajar atau sosialisasi dari orang tua. Seringkali orang tua mengingatkan anaknya untuk tidak mendekati orang asing dan

lebih dekat ke orang tua terutama ibu atau anak diminta memberikan ciuman kepada saudaranya. Anak mempelajari aturan-aturan

bagaimana harus mengambil jarak dengan orang yang sudah dikenal dan orang yang belum dikenalnya. Oleh karenanya, pengambilan

jarak yang tepat ketika berinteraksi dengan orang lain merupakan suatu cara untuk memenuhi kebutuhan ruang personal diri dan

orang lain.

Hubungannya dengan Lingkungan
Ada beberapa unsur yang mempengaruhi jarak Ruang Personal seseorang, yaitu:
1. Jenis Kelamin
Umumnya laki-laki memiliki ruang yang lebih besar, walaupun demikian faktor jenis kelamin bukanlah faktor yang berdiri

sendiri,
2. Umur
Makin bertambah usia seseorang, makin besar ruang personalnya, ini ada kaitannya dengan kemandirian. Pada saat bayi,

hampir tidak ada kemampuan untuk menetapkan jarak karena tingkat ketergantungan yang makin tinggi. Pada usia 18 bulan, bayi

sudah mulai bisa memutuskan ruang personalnya tergantung pada orang dan situasi. Ketika berumur 12 tahun, seorang anak

sudah menerapkan RP seperti yang dilakukan orang dewasa.
3. Kepribadian
Orang-orang yang berkepribadian terbuka, ramah atau cepat akrab biasanya memiliki RP yang lebih kecil. Demikian halnya

dengan orang-orang yang lebih mandiri lebih memilih ruang personal yang lebih kecil. Sebaliknya si pencemas akan lebih

mengambil jarak dengan orang lain, demikian halnya dengan orang yang bersifat kompetitif dan terburu-buru.
4. Gangguan Psikologi atau Kekerasan
Orang yang mempunyai masalah kejiwaan punya aturan sendiri tentang RP ini. Sebuah penelitian pada pengidap skizoprenia

memperlihatkan bahwa kadang-kadang mereka membuat jarak yang besar dengan orang lain, tetapi di saat lain justru menjadi

sangat dekat
5. Kondisi Kecacatan
Beberapa penelitian memperlihatkan adanya hubungan antara kondisi kecatatan dengan RP yang diterapkan. Beberapa anak autis

memilih jarak lebih dekat ke orang tuanya, sedangkan anak-anak dengan tipe autis tidak aktif, anak hiperaktif dan

terbelakang mental memilih untuk menjaga jarak dengan orang dewasa.
6. Ketertarikan
Ketertarikan, keakraban dan persahabatan membawa pada kondisi perasaan positif dan negatif antara satu orang dengan orang

lain. Namun yang paling umum adalah kita biasanya akan mendekati sesuatu jika tertarik. Dua sahabat akan berdiri pada

jarak yang berdekatan dibanding dua orang yang saling asing. Sepasang suami istri akan duduk saling berdekatan dibanding

sepasang laki-laki dan perempuan yang kebetulan menduduki bangku yang sama di sebuah taman.
7. Rasa Aman/Ketakutan
Kita tidak keberatan berdekatan dengan seseorang jika merasa aman dan sebaliknya. Kadang ketakutan tersebut berasal dari

stigma yang salah pada pihak-pihak tertentu,misalnya kita sering kali menjauh ketika berpapasan dengan orang cacat, atau

orang yang terbelakang mental atau bahkan orang gemuk. Mungkin rasa tidak nyaman tersebut muncul karena faktor

ketidakbiasaan dan adanya sesuatu yang berbeda.
8. Persaingan/Kerjasama
Pada situasi berkompetisi, orang cenderung mengambil posisi saling berhadapan, sedangkan pada kondisi bekerjasama kita

cenderung mengambil posisi saling bersisian. Tapi bisa juga sebaliknya, sepasang kekasih akan duduk berhadapan di ketika

makan di restoran yang romantis,sedangkan dua orang pria yang duduk berdampingan di meja bar justru dalam kondisi saling

bersaing mendapatkan perhatian seorang wanita yang baru masuk.
9. Kekuasaan dan Status
Makin besar perbedaan status makin besar pula jarak antar personalnya.
10. Pengaruh Lingkungan Fisik
Ruang personal juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik. Di ruang dengan cahaya redup orang akan nyaman jika

posisinya lebih berdekatan, demikian halnya bila ruangannya sempit atau kecil. Orang juga cenderung memilih duduk di bagian

sudut daripada di tengah ruangan.
11. Dan beberapa variasi lain seperti budaya, religi dan suku/etnis.

Dengan demikian dapat dilihat dari beberapa unsur diatas bahwa ruang personal dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yang ada

kaitannya dengan keadaan lingkungan, dimana individu dapat menentukan aturan ruang personalnya dengan orang lain yang

dikehendaki atau dengan lingkungan sekitarnya.