kelas:3pa05
NPM:10508080
Mata kuliah:p.lingkungan
tugas:Teritorialitas, ruang personal dan privasi terhadap lingkungan
Teritorialitas, ruang personal dan privasi terhadap lingkungan
Privasi adalah salah satu dari gejala persepsi manusia terhadap lingkungannya, di mana konsep ini amat dekat dengan ruang
konsep dan teritorialitas seperti yang dibahas di muka. Materi-materi yang akan dibahas antara lain meliputi :
Pengertian Privasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi privasi
Faktor personal
Faktor situasional
Pengaruh privasi terhadap perilaku
PENGERTIAN PRIVASI
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu.
Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi
dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain (Dibyo Hartono, 1986).
Beberapa definisi tentang privasi mempunyai kesamaan yang menekan pada kemampuan seseorang atau kelompok dalam
mengontrol interaksi panca inderanya dengan pihak lain.
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang di kehendaki oleh seseorang pada suatu kondisi atau
situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginkan
untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar dengan berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain,
dengan cara mendekati atau menjauhinya, Lang (1987) berpendapat bahwa tingkat dari privasi tergantung dari pola-pola
perilaku dalam kepribadian dan aspirasi dari keterlibatan individu.
Rapoport (dalam Soesilo, 1988) mendefinisikan privasi sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan
untuk memperoleh pilihan-pilihan dan kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginka. Privasi jangan dipandang
hanya sebagai pearikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak-pihak lain dalam rangka menyepi saja. Hal ini agak berbeda
dengan yang dikatakan oleh Marshall (dalam Wrightman & Deaux, 1981) dan ahli-ahli (seperti Bates, 1964; Kira,1996 dalam
Altman, 1975) yang mengatakan bahwa privasi menunjukkan adanya pilihan untuk menghindarkan diri dari keterlibatan dengan
orang lain dan lingkungan sosialnya.
Dalam hubungannya dengan orang lain, manusia memiliki referensi tingkat privasi yang diinginkannya. Ada saat-saat
dimana seseorang ingin berinteraksi dengan orang lain (privasi rendah) dan ada saat-saat dimana ia ingin menyendiri dan
terpisah dari orang lain (privasi tinggi). Utuk mencapai hal iu, ia akan mengontrol dan mengatur melalui suatu mekanisme
prilaku, yang digambarkan oleh Altman sebagai berikut :
Perilaku Verbal
Perilaku ini dilakukan dengan cara mengatakan kepada orang lain secara verbal, sejauh mana orang lain boleh berhubungan
dengannya. Misalnya “Maaf, saya tidak punya waktu”.
Perilaku non verbal
Perilaku ini dilakukan dengan menunjukkan ekspresi wajah atau gerakan tubuh tertentu sebagai tanda senang atau tidak senang.
Misalnya seseorang akan menjauh dan membentuk jarak dengan orang lain, membuang muka ataupun terus-menerus meliht waktu yang
menandakan bahwa ia tidak ingin berinteraksi dengan orang lain.
Mekanisme cultural
Budaya mempunyai bermacam-macam adat istiadat, aturan atau norma yang menggambarkan keterbukaan atau ketertutupan kepada
orang lain dan hal ini sudah diketahui pleh banyak orang pada budaya tertentu (Altman, 1975; Altman & Chemers dalam Dibyo
Hartono, 1986).
Ruang personal
Ruang personal adalah salah satu mekanisme perilaku untuk mencapai tingkat privasi tertenu. Sommer (dalam Altman, 1975)
mendefinisikan beberapa karakteristik ruang personal. Pertama, daerah batas diri yang diperbolehkkan dimasuki oleh orang
lain. Ruang personal adalah batas maya yang mengelilingi individu sehingga tidak kelihatan oleh orang lain. Kedua, ruang
personal itu tidak berupa pagar yang tampak mengelilingi seseorang dan terletak pada suatu tempat tetapi batas itu melekat
pada diri dan dibawa kemana-mana. Fisher dkk.(1984), mengatakan bahwa ruang personal adalah batas maya yang mengelilingi
individu. Ketiga, sama dengan privasi ruang personal adalah batas kawasan dinamis, yang berubah-ubah besarnya sesuai dengan
waktu dan situasi. Hal ini tergantung dengan siapa seseorang itu berhubungan. Keempat, pelangaran ruang personal oleh orang
lain akan di rasakan sebagai ancaman sehingga daerah ini di control dengan kuat.
Teritorialitas
Pembentukan kawasan teritorialitas adalah mekanisme perilaku lain untuk mencapai privasi tertentu. Kalau mekanisme ruang
personal tidak memperlihatkan dengan jelas kawasan yang menjadi pembatas antar dirinya dengan orang lain maka pada
teritorialitas batas-batas tersebut nyata dengan tempat yang relative tetap.
Berdasarkan pembahasan diatas, maka kita dapat mengatakan bahwa konsep privasi ternyata sangat dekat dengan konsep
ruang personal dan terirorialitas. Altman (1975) membuat suatu model organisasi konseptual. Altman mempertimbangkan ruang
persona,territorial dan kesesakan untuk mencapai privasi.
Gambar. Model privasi yang dapat dicapai dengan mempertimbangkan
Ruang personal dan Teritorialitas
Sumber: Alman (1975)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRIVASI
Terdapat faktor yang mempengaruhi privasi yaitu faktor personal, faktor situasional, dan faktor budaya.
Faktor Personal, Marshall (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa perbedaan dlalam latar belakang pribadi akan
berhubungan dengan kebutuhan akan privasi. Dalam penelitiannya, ditemukan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam suasana rumah
sesak akan lebih memilih keadaan yang anonym atau reserve saat ia dewasa, sedangkan orang menghabiskan sebagian besar
waktunya dikota akan lebih memilih keadaan anonym dan intimacy.
Sementara itu Walden dan kawan-kawan (dalam Gifford, 1987) menemukan adanya perbedaan jenis kelamin dalam privasi.
Dalam sebuah penelitian pada para penghuni asrama ditmukan bahwa antara pria dan wanita terdapat perbedaan dalam merespon
perbedaan keadaan antara ruangan yang berisi dua orang dengan ruangan yang berisi tiga orang. Dalam hubungannya dengan
privasi, subjek pria lebih memilih ruangan yang berisi dua orang, sedangkan subjek wanita tidak mempermasalahkan keadaan
dalam ruangan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa wanita merespon lebih baik daripada pria bila dihadapkan pada situasi
dengan kepadatan yang lebih tinggi.
Faktor Situasional, Beberapa hasil penelitian dalam dunia kerja, secara umum menyimpulkan bahwa kepuasan terhadap
kebutuhan akan privasi sangat berhubungan dengan seberapa besar lingkungan mengijinkan orang-orang di dalamnya untuk
menyendiri (Gifford, 1987).
Faktor Budaya, Penemuan dari beberapa peneliti tentang privasi dalam berbagai budaya (seperti Patterson dan Chiswick
pada suku Iban di Kalimantan, Yoors pada orang Gypsy dan Geertz pada orang Jawa dan Bali) memandang bahwa pada tiap-tiap
budaya tidak ditemukan adanya perbedaan dalam banyaknya privasi yang diinginkan, tetapi sangat berbeda dalam cara bagaimana
mereka mendapatkan privasi (Gifford, 1987).
Studi Patterson dan Chiswick (dalam Gifford, 1987) di bawah ini menggambarkan privasi masyarakat Iban, Serawak,
Kalimantan. Orang-orang Iban tinggal di rumah panjang dengan privasi yang (diduga) kurang, dimana kesempatan untuk
menyendiri atau keintiman ada di belakang pintu-pintu yang tertutup. Apakah orang-orang Iban memiliki privasi yang amat
memperihatinkan? Atau apakah mereka tidak membutuhkan privasi? Patterson dan Chisewick menemukan orang Iban tampaknya
membutuhkan privasi kira-kira sebanyak yang kita butuhkan, akan tetapi mereka melakukannya dengan mekanisme yang berbeda.
Mekanisme-mekanisme ini adaklah suatu kesepakatan social.
PENGARUH PRIVASI TERHADAP PERILAKU
Altman (1975) menjelaskan bahwa fungsi psikologis dari perilaku yang penting adalah untuk mengatur interaksi antara
seseorang atau kelompok dengan lingkungan social. Bila seseorang dapat mendapatkan privasi seperti yang di inginkannya maka
ia akan dapat mengatur kapan harus berhubungan dengan orang lain dan kapan harus sendiri.
Maxime Wolfe dan kawan-kawan (dalam) Holahan, 1982) mencatat bahwa pengolahan hubungan interpersonal adalah pusat dari
pengalaman tentang privasi dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya, orang yang terganggu privasinya akan merasakan keadaan
yang tidak mengeakka.
Westin (dalam Holahan, 1982) mengatakan bahwa ketertutupan terhadap informasi personal yang selektif, memenuhi kebutuhan
individu untuk membagi kepercayaa dengan orang lain. Keterbukaa membantu individu untuk menjaga jarak psikologis yang pas
dengan orang lain dalam banyak situasi.
Schwartz (dalam Holahan, 1982) menemukan bahwa kemampuan untuk menarik diri ke dalam privasi (privasi tinggi) dapat membantu
membuat hidup ini lebih mengenakkan saat harus berurusan dengan orang-orang yang “sulit”. Sementara hal yang senada
diungkapkan oleh Westin bahwa saat-saat kita mendapatkan privasi seperti yang kita inginkan, kita dapat melakukan pelepasan
emosi dari akumulasi tekanan hidup sehari-hari.
Dari beberapa pedapat di atas, dapat di ambil suatu rangkuman bahwa fungsi psikologis dari privasi dapat dibagi menjadi,
pertama privasi memainkan peran dalam mengelola interaksi social yang kompleks di dalam kelompok social; kedua, privasi
membantu kita memantapkan perasaan identitas pribadi.
TERITORIALITAS
Pengertian Teritorialitas
Holahan (dalam Iskandar, 1990), mengungkapkan bahwa teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan
atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan ciri pemilikannya dan pertahanan dari serangan orang lain.
Dengan demikian menurut Altman (1975) penghuni tempat tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar, atau
merupakan suatu teritorial primer.
Elemen-elemen Teritorialitas
Menurut Lang (1987), terdapat empat karakter dari teritorialitas, yaitu:
kepemilikan atau hak dari suatu tempat.
personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu
hak untuk mempertahankan diri dari dari gangguan luar, dan
pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis
Teritorialitas dan Perbedaan Budaya
Suatu studi menarik dilakukan oleh Smith (dalam Gifford, 1987) yang melakukan studi tentang penggunaan pantai orang-orang
Perancis dan Jerman. Studi ini yang memiliki pola yang sama dengan studi yang lebih awal di Amerika, sebagaimana yang
dilakukan oleh Edney dan Jordan-Edney (dalam Gifford,1987). Hasil dari ke dua penelitiam ini menunjukan bahwa penggunaan
pantai antara orang Perancis, Jerman dan Amerika membuktikan sesuatu hal yang kontras. Smith menemukan bahwa dari ketiga
budaya ini memiliki persamaan dalam hal respek. Sebagai contoh, pada ketiga kelompok menuntut ruang yang lebih kecil setiap
orang. Kelompok yang dibagi berdasarkan jenis kelamin, menuntut ruang yang lebih kecil, dimana wanita menuntut ruang yang
lebih kecil dibandingkan dengan pria. Sedangkan untuk respek, mereka memiliki kesulitan dengan konsep teritorialitas yang
mengatakan bahwa “pantai untuk semua orang”. Orang jerman membuat lebih banyak tanda. Mereka sering sekali menegakan
penghalang benteng pasir, suatu tanda untuk menyatakan bahwa area pantai disediakan untuk antara dua hari tertententu dan
merupakan tanda yang disediakan untuk kelompok tertentu. Akhirnya, ukuran teritorialitas ternyata berbeda diantara ketiga
budaya tersebut, wlaupun dengan bentuk yang dapat dikatakan sama. Orang Jerman lebih sering menuntut teritorialitas yang
lebih besar, tetapi pada ketiga budaya maupun dalam pembagian kelompok-kelompoknya menandai teritorialitas dengan suatu
lingkaran yang sama. Orang Jerman lebih sering menuntut teritori yang lebih besar sekali, tetapi dari ketiga budaya tersebut
secara individu menandai territorial dalam bentuk elips dan secara kelompok dalam bentuk lingkaran.
Hubungannya dengan Lingkungan
Dalam hal ini peraturan-peraturan teritorial dapat memfasilitasi berbagai lokasi pada lingkungan sekitar, walaupun terkadang
Seringkali desain ruang publik tidak memperhatikan kebutuhan penghuninya untuk memanfaatkan teritori yang dimilikinya. Bisa
kita lihat dalam ruang kuliah, kursi bus, taman bermain anak dan lain-lain. Terlihat dalam hal ini begitu berhubunganya
teritorial dengan lingkungan kita.
Ruang Personal
Ruang personal adalah ruang di sekeliling individu, yang selalu di bawa kemana saja orang pergi, dan orang akan merasa
terganggu jika ruang tersebut diinterferensi (Gifford, 1987). Artinya, kebutuhan terhadap ruang personal terjadi ketika
orang lain hadir. Ketidakhadiran orang lain, kebutuhan tersebut tidak muncul. Ruang personal biasanya berbentuk buble dan
bukan semata-mata ruang personal tetapi lebih merupakan rauang interpersonal. Ruang personal ini lebih merupakan proses
belajar atau sosialisasi dari orang tua. Seringkali orang tua mengingatkan anaknya untuk tidak mendekati orang asing dan
lebih dekat ke orang tua terutama ibu atau anak diminta memberikan ciuman kepada saudaranya. Anak mempelajari aturan-aturan
bagaimana harus mengambil jarak dengan orang yang sudah dikenal dan orang yang belum dikenalnya. Oleh karenanya, pengambilan
jarak yang tepat ketika berinteraksi dengan orang lain merupakan suatu cara untuk memenuhi kebutuhan ruang personal diri dan
orang lain.
Hubungannya dengan Lingkungan
Ada beberapa unsur yang mempengaruhi jarak Ruang Personal seseorang, yaitu:
1. Jenis Kelamin
Umumnya laki-laki memiliki ruang yang lebih besar, walaupun demikian faktor jenis kelamin bukanlah faktor yang berdiri
sendiri,
2. Umur
Makin bertambah usia seseorang, makin besar ruang personalnya, ini ada kaitannya dengan kemandirian. Pada saat bayi,
hampir tidak ada kemampuan untuk menetapkan jarak karena tingkat ketergantungan yang makin tinggi. Pada usia 18 bulan, bayi
sudah mulai bisa memutuskan ruang personalnya tergantung pada orang dan situasi. Ketika berumur 12 tahun, seorang anak
sudah menerapkan RP seperti yang dilakukan orang dewasa.
3. Kepribadian
Orang-orang yang berkepribadian terbuka, ramah atau cepat akrab biasanya memiliki RP yang lebih kecil. Demikian halnya
dengan orang-orang yang lebih mandiri lebih memilih ruang personal yang lebih kecil. Sebaliknya si pencemas akan lebih
mengambil jarak dengan orang lain, demikian halnya dengan orang yang bersifat kompetitif dan terburu-buru.
4. Gangguan Psikologi atau Kekerasan
Orang yang mempunyai masalah kejiwaan punya aturan sendiri tentang RP ini. Sebuah penelitian pada pengidap skizoprenia
memperlihatkan bahwa kadang-kadang mereka membuat jarak yang besar dengan orang lain, tetapi di saat lain justru menjadi
sangat dekat
5. Kondisi Kecacatan
Beberapa penelitian memperlihatkan adanya hubungan antara kondisi kecatatan dengan RP yang diterapkan. Beberapa anak autis
memilih jarak lebih dekat ke orang tuanya, sedangkan anak-anak dengan tipe autis tidak aktif, anak hiperaktif dan
terbelakang mental memilih untuk menjaga jarak dengan orang dewasa.
6. Ketertarikan
Ketertarikan, keakraban dan persahabatan membawa pada kondisi perasaan positif dan negatif antara satu orang dengan orang
lain. Namun yang paling umum adalah kita biasanya akan mendekati sesuatu jika tertarik. Dua sahabat akan berdiri pada
jarak yang berdekatan dibanding dua orang yang saling asing. Sepasang suami istri akan duduk saling berdekatan dibanding
sepasang laki-laki dan perempuan yang kebetulan menduduki bangku yang sama di sebuah taman.
7. Rasa Aman/Ketakutan
Kita tidak keberatan berdekatan dengan seseorang jika merasa aman dan sebaliknya. Kadang ketakutan tersebut berasal dari
stigma yang salah pada pihak-pihak tertentu,misalnya kita sering kali menjauh ketika berpapasan dengan orang cacat, atau
orang yang terbelakang mental atau bahkan orang gemuk. Mungkin rasa tidak nyaman tersebut muncul karena faktor
ketidakbiasaan dan adanya sesuatu yang berbeda.
8. Persaingan/Kerjasama
Pada situasi berkompetisi, orang cenderung mengambil posisi saling berhadapan, sedangkan pada kondisi bekerjasama kita
cenderung mengambil posisi saling bersisian. Tapi bisa juga sebaliknya, sepasang kekasih akan duduk berhadapan di ketika
makan di restoran yang romantis,sedangkan dua orang pria yang duduk berdampingan di meja bar justru dalam kondisi saling
bersaing mendapatkan perhatian seorang wanita yang baru masuk.
9. Kekuasaan dan Status
Makin besar perbedaan status makin besar pula jarak antar personalnya.
10. Pengaruh Lingkungan Fisik
Ruang personal juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik. Di ruang dengan cahaya redup orang akan nyaman jika
posisinya lebih berdekatan, demikian halnya bila ruangannya sempit atau kecil. Orang juga cenderung memilih duduk di bagian
sudut daripada di tengah ruangan.
11. Dan beberapa variasi lain seperti budaya, religi dan suku/etnis.
Dengan demikian dapat dilihat dari beberapa unsur diatas bahwa ruang personal dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yang ada
kaitannya dengan keadaan lingkungan, dimana individu dapat menentukan aturan ruang personalnya dengan orang lain yang
dikehendaki atau dengan lingkungan sekitarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar